Menu Atas

 


SJ. Adam
Selasa, 31 Maret 2015, 01.26.00 WIB
Last Updated 2015-03-31T08:26:41Z
Story - Forest - Utilization

Porang jadi Satpam Hutan Nganjuk

Advertisement

Administratur/Kepala Perhutani KPH Nganjuk, Yono Cahyono:
PORANG BISA JADI SATPAM HUTAN JATI

Setidaknya ada dua faktor signifikan yang berpotensi dapat menghambat usaha pelestarian kawasan hutan jati di pulau Jawa. Yakni gangguan cuaca musim kemarau yang berpotensi timbulkan bahaya kebakaran hutan. Serta gangguan sosial berupa potensi desakan pemenuhan hajat hidup masyarakat desa sekitar hutan yang dapat berkembang menjadi soal pelik, tatkala tidak diupayakan langkah solutif yang tepat.
Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KKPH) Nganjuk, Yono Cahyono, menangkap peluang tanaman Porang (amorphopallus onchopyllus), sejenis talas liar yang tumbuh di hutan, sebagai solusi meredam gangguan bahaya kebakaran hutan maupun ragam gangguan sosial tersebut.
"Ibaratnya, porang dapat kami jadikan semacam Satuan Pengamanan (Satpam) yang secara ramah dapat mencegah timbulnya bahaya kebakaran hutan sekaligus bisa memenuhi tuntutan kebutuhan hidup masyarakat desa sekitar kawasan hutan," ungkapnya di kantor KPH Nganjuk, Rabu (25/03/15) lalu.
Bagi aparat Perhutani, selaku pengemban tugas pelestarian di pulau Jawa, kepentingannya adalah terciptanya keadaan aman berkelanjutan, sehingga kawasan hutan dapat berfungsi baik, demi kelangsungan tatanan ekosistem alam maupun ketersediaan hasil hutan, khususnya kayu jati selaku komoditi ekonomi.
Sedangkan bagi masyarakat desa penghuni sekitar kawasan hutan, tentu saja merasa berkepentingan agar keberadaan hutan di lingkungannya itu sekurang-kurangnya dapat pula bermanfaat bagi kelangsungan kesejahteraan hidup keluarganya.
Dua kepentingan tersebut dapat saling berbenturan manakala tidak tersedia titik temu.
"Untuk itu, kami berikan kesempatan kepada masyarakat petani desa hutan (MDH) bertanam porang di sela tegakan pohon jati Perhutani, tanpa pungutan biaya serupiah pun," ujar Yono Cahyono.
Dari luasan 21 ribu hektar lebih wilayah hutan Perhutani KPH Nganjuk, 18 ribu diantaranya terdiri klas perusahaan hutan jati. Sementara ini Perhutani KPH Nganjuk telah mendata seluas 5000 hektar lahannya yang dinilai sangat cocok untuk budidaya porang.
"Namun, kalau mau seluruh kawasan hutan KPH Nganjuk disisipi porang, pun boleh saja. Kami malah senang, karena bagi Perhutani yang penting kayunya, hutannya dapat utuh dengan selamatnya segenap pepohonan sepanjang umur pertumbuhannya," katanya dengan penuh kesungguhan.
Dari hasil pendataan yang pernah dilakukannya, di seantero kawasan hutan KPH Nganjuk terdapat sejumlah lokasi yang merupakan habitat alami porang. Namun sekarang yang masih ada tinggal di daerah hutan BKPH Tritik, khususnya di kawasan hutan lindung.
"Sedangkan yang semula banyak terdapat di daerah Wengkal dan Cabean sekarang sudah tidak tampak lagi. Karena dulunya masyarakat di sana suka menjualnya berupa bibit ke luar derahnya, diantaranya bahkan sampai Nusa Tenggara," katanya.

Nilai ekonomi porang

Umbi porang tergolong bahan pangan nabati bermutu tinggi, sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi pula. Di daerah Jawa Timur sudah lama ada pabrikan besar pengolahan umbi porang dengan pasaran ekspor.
"Kebutuhan pabrik-pabrik itu yang mencapai puluhan ribu ton, sampai sekarang pun belum terpenuhi seluruhnya dari hutan Nganjuk," ujar Yono menginformasikan.
Budidaya tanaman porang tidak menutut intensitas kegiatan perawatan yang terlalu menyulitkan. Bahkan boleh dikatakan tinggal ditanam saja lalu dibiarkan tumbuh alamiah sesuai ritme musim. Ialah akan tumbuh berkembang di musim penghujan dan mengalami masa doorman alias hibernasi di musim kemarau.
Hanya saja, yang perlu diwaspadai bahaya kebakaran hutan karena dapat mematikannya di musim doorman. Maupun ketiadaan pohon jati yang kerindangan dedaunannya berguna menghalangi sinar matahari langsung yang dapat mematikan tanaman porang.
"Oleh sebab itu, tanpa diminta pun masyarakat desa petani porang akan mati-matian turut menjaga tegakan pohon jati Perhutani dari bahaya kebakaran maupun pencurian pohon," ungkap Yono Cahyono. (SJTE 150331 Sel)