Advertisement
Story – Forest - Utilization [Firewood]
Dijumpai di sela acara Pelatihan Manajemen Sederhana, Rabu 14 Mei 2008 di Hotel Istana, Ofal Yusuf – produsen makanan ringan – beralamat di Krapyak Kidul Gang III/334 Pekalongan, bertutur ihwal pengalamannya menggunakan kayu bakar.
{Pelatihan Manajemen tersebut digelar oleh Dinas Perdagangan Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi Kota Pekalongan, kepada para pedagang yang berjualan di pasar}
“Dengan minyak tanah, untuk pemakaian tungku selama 24 jam nonstop saya memerlukan 80 liter, sedangkan kalau dengan kayu bakar – untuk kegunaan yang sama – hanya diperlukan 1,5 kubik, sehingga lebih hemat biaya,“ kata penerus bisnis keluarga yang telah berlangsung selama tiga generasi ini.
Harga pasaran kayu bakar di kota Pekalongan adalah senilai Rp80.000,- per kubik [kayu campuran], sedangkan di tempat asalnya – di daerah pedesaan hutan dan perkebunan di Selatan kota Pekalongan - konon bisa jauh lebih murah lagi.
“Kebetulan saya tahu sumbernya, jadi biasanya saya beli sekaligus 15 kubik kayu bakar dan untuk saat ini masih cukup mudah didapat,” tutur Ofal, mantan Pesepak-bola PS. Leo di “Kota Batik” itu.
Ia mengatakan, sejauh pengalamannya, sejak 1980, ia memanfaatkan kayu kopi karena mutu api yang dihasilkannya, namun katanya kayu cemara atau pun kayu pinus juga bagus untuk bahan bakar tungku.
Untuk beberapa periode, pernah pula ia gunakan serbuk gergajian kayu untuk bahan bakar tungku, meskipun diakuinya bisa lebih hemat lagi dibanding kayu bakar, namun kini untuk mendapatkannya harus berebut dengan pemakai lain, sehingga ia pun kembali ke kayu bakar.
Di dalam kegiatan usaha produksi rumah – tangganya itu, pria asli Pekalongan kelahiran 1952 ini, menggunakan dua unit tungku pemasak yang masing-masing – selama proses produksi – dinyalakan 24 jam terus menerus.
Ofal Yusuf kini sehari-hari memproduksi aneka camilan [snack] khas daerah seperti diantaranya: marning, keripik tahu, keripik tempe dan klithik kacang ijo. [SJTE – P05J04]
Dijumpai di sela acara Pelatihan Manajemen Sederhana, Rabu 14 Mei 2008 di Hotel Istana, Ofal Yusuf – produsen makanan ringan – beralamat di Krapyak Kidul Gang III/334 Pekalongan, bertutur ihwal pengalamannya menggunakan kayu bakar.
{Pelatihan Manajemen tersebut digelar oleh Dinas Perdagangan Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi Kota Pekalongan, kepada para pedagang yang berjualan di pasar}
“Dengan minyak tanah, untuk pemakaian tungku selama 24 jam nonstop saya memerlukan 80 liter, sedangkan kalau dengan kayu bakar – untuk kegunaan yang sama – hanya diperlukan 1,5 kubik, sehingga lebih hemat biaya,“ kata penerus bisnis keluarga yang telah berlangsung selama tiga generasi ini.
Harga pasaran kayu bakar di kota Pekalongan adalah senilai Rp80.000,- per kubik [kayu campuran], sedangkan di tempat asalnya – di daerah pedesaan hutan dan perkebunan di Selatan kota Pekalongan - konon bisa jauh lebih murah lagi.
“Kebetulan saya tahu sumbernya, jadi biasanya saya beli sekaligus 15 kubik kayu bakar dan untuk saat ini masih cukup mudah didapat,” tutur Ofal, mantan Pesepak-bola PS. Leo di “Kota Batik” itu.
Ia mengatakan, sejauh pengalamannya, sejak 1980, ia memanfaatkan kayu kopi karena mutu api yang dihasilkannya, namun katanya kayu cemara atau pun kayu pinus juga bagus untuk bahan bakar tungku.
Untuk beberapa periode, pernah pula ia gunakan serbuk gergajian kayu untuk bahan bakar tungku, meskipun diakuinya bisa lebih hemat lagi dibanding kayu bakar, namun kini untuk mendapatkannya harus berebut dengan pemakai lain, sehingga ia pun kembali ke kayu bakar.
Di dalam kegiatan usaha produksi rumah – tangganya itu, pria asli Pekalongan kelahiran 1952 ini, menggunakan dua unit tungku pemasak yang masing-masing – selama proses produksi – dinyalakan 24 jam terus menerus.
Ofal Yusuf kini sehari-hari memproduksi aneka camilan [snack] khas daerah seperti diantaranya: marning, keripik tahu, keripik tempe dan klithik kacang ijo. [SJTE – P05J04]
http://sugayo.blogspot.com/2008/05/krisis-harga-minyak-kembali-ke-kayu.html