Menu Atas

 


SJ. Adam
Senin, 12 Mei 2008, 03.19.00 WIB
Last Updated 2009-09-17T10:57:09Z
GalleryStory - Forest - Utilization

Krisis Harga Minyak, Kembali Ke Kayu Bakar!

Advertisement

Story – Forest – Utilization

Kawan saya – ia seorang wartawan juga, yang nyambi jadi aktivis salah satu partai politik – meskipun sehari-hari beraktivitas di kota Semarang namun tetap bertempat tinggal di salah satu desa di pelosok wilayah Kabupaten Demak.

Suatu hari, seperti biasa, kami bertemu di Gedung Pers dan seperti kebiasaannya pula, selalu ia bawakan kepingan-kepingan kisah menarik menyangkut kejadian sehari-hari yang baru saja dialaminya, setiap kali kami bertemu.

Namun, hari itu sedikit berbeda dengan adat kebiasaannya yang selalu bertutur dengan gaya dan nada bicaranya yang ceria, karena saat itu ada nuansa menggerutu ketika bercerita.

Rupanya, sore hari sebelumnya, ia baru saja kena semprot ucapan ibu mertuanya yang juga tinggal sekampung dengannya. “Wah, tiba-tiba saja ibu saya mengomel tak karuan,” ungkapnya membuka percakapan.

“Bukankah saya sudah sering bilang, buat apa kita repot-repot berganti ke kompor minyak, kalau akhirnya seperti ini [minyak tanah sulit diperoleh] ?” ujar si kawan, menirukan ungkapan sesal sang ibu mertua.

Puncak luapan kekesalan mertuanya itu adalah kepada menantunya yang lain [bukan kawan saya ini] karena nekat menebang habis seluruh pohon di pekarangan untuk dijual kayunya, sehingga potensi persediaan kayu bakar keluarga terlanjur berakhir, karena kalau pun mau ya perlu waktu lama untuk menanamnya lagi.

Kawan saya ini awalnya merasa geli oleh alasan yang membuat berang ibunya itu, karena ia tahu betul kalau sang mertua perempuan ini sesungguhnya selalu merasa takut setiap kali menyalakan kompor minyak, sehingga sulit terbayang bagaimana ia mau kalau diminta beralih ke kompor gas.

Namun di balik perasaan gelinya, kawan saya ini agaknya dapat menangkap kebenaran logika ibu mertuanya maupun ibunya sendiri, dalam urusan pemanfaatan pepohonan di pekarangan rumah.

“Saya lalu teringat semasa kecil dulu, ibu saya juga selalu melarang penebangan pohon. Biasanya saat datang musim hujan hanya ranting dan percabangan yang mengganggu saja yang dipangkas dan lalu dikumpulkan sampai mengering, sehingga persedian bahan bakar dapur kami dapat terjamin sepanjang musim,” tuturnya. [SJTE – P05J02]