Advertisement
KPH SEMARANG AJAK KADES DAN LMDH TATA BISNIS TANI JAGUNG
Sejalan dengan upaya menangkal kegagalan tanaman jati akibat ketimpangan tatanan bisnis pertanian jagung di kawasan hutannya, Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Semarang meminta kerjasama para Kepala Desa dan unsur Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Untuk itu, pada hari Rabu (18/03/15) lalu, atas inisiatif Administratur/ Kepala KPH Semarang, Ir. Ema Ismariana, MM, sejumlah Kades dan Ketua LMDH berkumpul dan berdialog di kantor KPH Semarang, di Jl. Dr. Cipto, Semarang.
Dalam kesempatan tersebut, perempuan Administratur di Perum Perhutani pada Divisi Regional (Divre) Jateng ini, serius minta bantuan sejumlah tokoh masyarakat desa yang berdekatan kawasan hutan itu, untuk bersama-sama mengatasi persoalan sosial yang berdampak buruk bagi kelestarian hutan jati.
Para petani penggarap lahan sela tanaman jati saat ini berkecenderungan untuk terus memperluas dan memperlama masa garapannya. Akibatnya, proses peremajaan tanaman hutan jati selalu berujung kegagalan, lantaran makin kuatnya desakan kegiatan pertanian seperti itu.
Kecenderungan para petani hutan untuk terus memperluas dan memperlama tanaman jagung di kawasan hutan Perhutani KPH Semarang di daerah Kabupaten Grobogan, kian menjadi dengan adanya industri pengolahan jagung yang berkapasitas besar di daerah tersebut.
Oleh karena itu, Ema Ismariana berpikir mencari solusi, agar supaya para petani hutan tetap dapat untung dan pihaknya selaku pemangku amanat negara dalam usaha pelestarian hutan pun tidak buntung, jadi korban kemajuan ekonomi jagung.
Dari hasil "blusukan"nya ke sejumlah desa hutan di wilayah kerjanya, ia dapat kesimpulan kalau perilaku petani jagung di kawasan hutan itu timbul oleh dorongan memperbanyak hasil panenan untuk mengejar nilai pendapatan yang memadai, karena dalam siklus bisnis itu hasilnya lebih banyak digerogoti oknum tengkulak, sejak pengadaan bibit, pembelian pupuk, pun ketika tiba masa penjualan hasil panen.
"Oleh sebab itu, Perhutani bertekad membantu para petani melepaskan diri dari jeratan oknum tengkulak. Mohon kesediaan anda semua untuk membantu," paparnya di hadapan para tokoh masyarakat desa itu.
Badan Usaha Milik Petani
Dalam kesempatan tatap muka tersebut, Perum Perhutani KPH Semarang menghadirkan unsur Perusahaan Daerah (Perusda) Provinsi Jawa Tengah yang yg digandengnya guna membantu peningkatan pendapatan para petani di kawasan hutannya.
Dr. S. Edi Waluyo, Kepala Pusat Perlindungan dan Pemberdayaan Petani LPPM UNS (Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Universitas Negeri Surakarta), yang juga konsultan bisnis pada Perusda tersebut, menyarankan agar para petani di desa hutan bersedia membentuk Badan Usaha Milik Petani.
"Dasar hukum pendirian BUMP adalah Undang-undang noor 13 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani," katanya menerangkan.
Dikatakan, landasan pendirian BUMP secara khusus tertuang pada pada pasal 70 yang bunyinya: Kelembagaan ekonomi petani sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) berupa Badan Usaha Milik Petani. Serta dalam pasal 80: BUMP berbentuk koperasi atau Badan Usaha lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun skema rancangan peranan BUMP bagi masyarakat tani desa hutan (MDH) itu meliputi ketersediaan pembiayaan dan asuransi kegiatan pertanian kepada petani, kelompok tani, gabungan kelompok serta usaha koperasi kelompok tani.
Mewakili masyarakat petaninya, para Kades dan tokoh LMDH yang hadir dalam acara tersebut, secara pinsip mengemukakan kesepakatan atas rencana baik itu.
"Namun kami meminta kesediaan komunikasi yang terus menerus dari para pak Mandor dan pak Mantri Perhutani. Khususnya yang wilayah tugasnya bersinggungan dengan kepentingan masyarakat petani hutan," ungkap salah satu tokoh masyarakat tani hutan itu.
Ia mengeluhkan masih adanya kesulitan setiap kali berniat bertemu Mantri Perhutani, karena pejabat kepala resor pemangkuan hutan (KRPH) yang bersangkutan jarang berdiam di rumah dinasnya. (SJTE 150322 min)