Advertisement
Story – Forest – Timberland
Sehari sebelum Presiden ke 43 Amerika Serikat, George Walker Bush, mengirimkan serdadunya ke Irak 2003, Administratur Perhutani Padangan, Ir.Agus Hermansyah MM, mengajak saya untuk menjelajah kawasan hutan Kaliaren, menyaksikan hutan jati tanaman tahun 1857.
Letaknya di daerah Kabupaten Bojonegoro, tepatnya di petak hutan 84 A, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Kaliaren Barat, Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Padangan.
Jadi, merujuk ukuran kelas umur (KU) hutan, memasuki KU XIV yang berarti usianya menjelang 150 tahun.
Jumlah pohon yang masih tumbuh itu tidak sedikit. Ada sekitar 99 pohon per hektare lahan dengan rata-rata volume pohon per hektare mencapai 224 m3 (kubik). Di petak hutan dengan luas baku 99,9 hektare (ha) ini, seluas 98,5 ha ini dominan pohon jati tanaman 1857.
Sedangkan lainnya, seluas 0,5 ha berisi jati tanaman tahun 1922 (N/Ha: 110 pohon) dan tanaman jati tahun 1984 seluas 0,5 hektar dengan N/Ha berisi 2550 pohon.
Menilik dominasi jumlah pohon jati hasil tanaman manusia tahun 1857 yang masih sehat berdiri ini, bisa jadi di petak hutan tersebut awal sebuah era sejarah manusia dalam teknik budi daya (silvikultur) hutan jati berazas hutan lestari di pulau Jawa.
Di daerah BKPH Kaliaren Barat, yang memiliki petak-petak hutan berawalan nomor delapan puluh ini ada banyak sebaran tanaman jati berumur tua dan berkualitas prima, sehingga dicadangkan sebagai areal produksi benih (APB) jati.
Diantaranya, di petak 80e seluas sembilan hektare berisi 758 pohon jati tanaman tahun 1930. Di petak 85 b terdapat 1.688 pohon jati tanaman 1938 yang tumbuh di areal dengan total luas 15 hektare.
Hutan jati yang ditanam pasca (setelah) jaman kolonial alias dalam era pemerintahan RI pun ada. Ialah, di petak hutan nomor 80 b dimana tumbuh 670 pohon di kawasan dengan luas 7,2 hektare hasil tanaman 1950.
Di petak nomor 80 d terdapat 2.051 pohon yang ditanam pada tahun 1952 seluas 16,6 ha. Kemudian di petak 81 d juga terdapat tanaman tahun 1952 yang kini menyisakan 684 pohon untuk APB di lahan seluas 7 hektare.
Dan, di petak 80 c ada lahan seluas 7,5 ha berisi 983 pohon jati tanaman tahun 1954.
Bermodalkan potensi tersebut, pihak Perhutani Padangan mengusulkan sebuah rencana untuk menjadikan kawasan ini sebagai hutan monumen.
“Dalam kondisi saat ini dimana sudah sulit dijumpai tegakan jati tua, maka sebagai upaya mempertahankannya perlu ditetapkan kawasan hutan monumen, yang selain berfungsi hutan lindung untuk kelestarian sumber pengairan (multi purpose forest) juga berguna bagi masyarakat desa sekitarnya dalam bentuk obyek wisata,” kata Agus Hermansyah dalam proposalnya kepada pihak atasannya di Perhutani.(P07J01.1- SJTE)Lihat dong fotonya di http://sjte.blogspot.com
Sehari sebelum Presiden ke 43 Amerika Serikat, George Walker Bush, mengirimkan serdadunya ke Irak 2003, Administratur Perhutani Padangan, Ir.Agus Hermansyah MM, mengajak saya untuk menjelajah kawasan hutan Kaliaren, menyaksikan hutan jati tanaman tahun 1857.
Letaknya di daerah Kabupaten Bojonegoro, tepatnya di petak hutan 84 A, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Kaliaren Barat, Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Padangan.
Jadi, merujuk ukuran kelas umur (KU) hutan, memasuki KU XIV yang berarti usianya menjelang 150 tahun.
Jumlah pohon yang masih tumbuh itu tidak sedikit. Ada sekitar 99 pohon per hektare lahan dengan rata-rata volume pohon per hektare mencapai 224 m3 (kubik). Di petak hutan dengan luas baku 99,9 hektare (ha) ini, seluas 98,5 ha ini dominan pohon jati tanaman 1857.
Sedangkan lainnya, seluas 0,5 ha berisi jati tanaman tahun 1922 (N/Ha: 110 pohon) dan tanaman jati tahun 1984 seluas 0,5 hektar dengan N/Ha berisi 2550 pohon.
Menilik dominasi jumlah pohon jati hasil tanaman manusia tahun 1857 yang masih sehat berdiri ini, bisa jadi di petak hutan tersebut awal sebuah era sejarah manusia dalam teknik budi daya (silvikultur) hutan jati berazas hutan lestari di pulau Jawa.
Di daerah BKPH Kaliaren Barat, yang memiliki petak-petak hutan berawalan nomor delapan puluh ini ada banyak sebaran tanaman jati berumur tua dan berkualitas prima, sehingga dicadangkan sebagai areal produksi benih (APB) jati.
Diantaranya, di petak 80e seluas sembilan hektare berisi 758 pohon jati tanaman tahun 1930. Di petak 85 b terdapat 1.688 pohon jati tanaman 1938 yang tumbuh di areal dengan total luas 15 hektare.
Hutan jati yang ditanam pasca (setelah) jaman kolonial alias dalam era pemerintahan RI pun ada. Ialah, di petak hutan nomor 80 b dimana tumbuh 670 pohon di kawasan dengan luas 7,2 hektare hasil tanaman 1950.
Di petak nomor 80 d terdapat 2.051 pohon yang ditanam pada tahun 1952 seluas 16,6 ha. Kemudian di petak 81 d juga terdapat tanaman tahun 1952 yang kini menyisakan 684 pohon untuk APB di lahan seluas 7 hektare.
Dan, di petak 80 c ada lahan seluas 7,5 ha berisi 983 pohon jati tanaman tahun 1954.
Bermodalkan potensi tersebut, pihak Perhutani Padangan mengusulkan sebuah rencana untuk menjadikan kawasan ini sebagai hutan monumen.
“Dalam kondisi saat ini dimana sudah sulit dijumpai tegakan jati tua, maka sebagai upaya mempertahankannya perlu ditetapkan kawasan hutan monumen, yang selain berfungsi hutan lindung untuk kelestarian sumber pengairan (multi purpose forest) juga berguna bagi masyarakat desa sekitarnya dalam bentuk obyek wisata,” kata Agus Hermansyah dalam proposalnya kepada pihak atasannya di Perhutani.(P07J01.1- SJTE)Lihat dong fotonya di http://sjte.blogspot.com